Hari ini, Senin 10 September 2018, seperti biasa mengikuti apel pagi sebagai bentuk kesetiaan sebagai abdi negara. Apel ini rutin dilaksanakan setiap hari Senin untuk menyegarkan informasi dan sekaligus menyegarkan suasana kantor yang setiap hari diisi dengan rutinitas pelayanan publik, yang kadang-kadang membuat jenuh juga. Pembina apel tidak lupa memberi semangat dan menyampaikan informasi-informasi penting yang perlu dicermati. Apel berlangsung kira-kira sepuluh menit. Yang istimewa adalah setiap selesai apel semua pegawai bersalam-salaman sebagai bentuk kebersamaan yang terikat menjadi sebuah kekuatan untuk kerja, kerja, dan kerja.
Hari ini pun saya isi dengan kunjungan pemantauan ke salah
satu guru binaan. Sebelum berangkat tentu berkoordinasi dengan teman-teman
pengawas terkait dengan agenda hari ini. Hari ini tak ada agenda khusus untuk
kegiatan pokjawas, maka saya teruskan rencana kunjungan saya ke SMKN 10
Bulukumba yang berlokasi di kecamatan Gantarang. Saya melaksanakan pemantauan
tanpa menginformasikan lebih dahulu kepada guru binaan. Sebenarnya jadwalnya
bulan lalu yang disertai dengan pemberitahuan tetapi guru yang bersangkutan belum
bersedia karena alasan kesehatan sedikit terganggu. Maka bulan ini saya ingin
melihat langsung bagaimana kondisi pembelajaran tanpa ada janji lebih dahulu. Memang
dalam melaksanakan tugas kepengawasan saya menggunaka dua cara pemantauan,
yaitu dengan janji dan tanpa janji. Pemantauan dengan janji supaya guru binaan
dapat lebih mempersiapkan diri dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menyajikan
praktek terbaik (best practice). Sementara pemantauan tanpa janji saya
lakukan untuk melihat proses pembelajaran yang alami, di situ akan nampak
pembelajarannya terprogram atau tidak. Hasil kedua bentuk pemantauan ini
nantinya menjadi bahan evaluasi untuk pengembangan dan perbaikan sehingga
diharapkan dari waktu ke waktu ada peningkatan kualitas proses pembelajaran
karena proses biasanya tidak akan menyalahi hasil.
Setiba di lokasi, saya langsung mencari kepala sekolah untuk
memohon izin mengadakan pemantauan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Tetapi,
beliau menyampaikan bahwa baru saja dia mengisi jam kosong di kelas yang
pelajarannya adalah PAI. Hmm.... katanya tanpa ada pemberitahuan guru PAI, yang
masih status guru honorer, tidak hadir, tapi menurut perkiraan kepala sekolah sang
guru lagi persiapan bersalin atau mungkin sudah melahirkan. Saya ingat memang
ada pesannya di Whatshapp bahwa dia dalam kondisi kesehatan terganggu,
mungkin itulah yang dia maksud. Dalam konsultasi dengan kepala sekolah, beliau
sedikit bercerita tentang dilema antara menerima guru PAI PNS yang mau masuk sementara
ada guru honorer yang sudah lama mengabdi dan tentu tidak harus “dikorbankan”
dalam pembagian tugas, dilema antara dana yang terbatas dengan tenaga honorer
yang lebih banyak dibanding tenaga PNS, dan banyak hal yang terkait dengan kedua
hal itu.
Sebagai pengawas khusus guru PAI, tentu saya memberi masukan
kaitannya dengan guru PAI. Menurut saya guru PAI yang ada saat tetap bisa dipertahankan
walaupun ada guru PNS yang mau mutasi ke sekolah ini karena guru PAI yang
sekarang, walaupun statusnya honorer tetapi sudah diakui secara nasional dengan
adanya Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang dimiliki. Walaupun
secara kebijakan tentu pemberian tugas tetap diutamakan yang guru PNS karena
memang sudah menjadi kewajibannya memenuhi jam wajib mengajar. Lagi-lagi
keluhan kepala sekolah juga terkait dengan perbedaan guru PAI perempuan dan
laki-laki, menurutnya guru PAI laki-laki lebih dicari dan dibutuhkan karena
terkait dengan pembinaan di mushallah sebagai imam shalat dan memimpin kegiatan
keagamaan lainnya. Bagi guru perempuan tentu tidak bisa jadi imam shalat, mana
lagi jika setiap bulannya ada halangan sementara ada program literasi Alquran
(tadarus) setiap hari Jumat yang harus dibina langsung oleh guru PAI. Saat itu
saya sedikit membenarkan apa yang menjadi keluhannya sambil terus berpikir
bagaimana solusi terbaik untuk hal ini.
Tapi, di sisi lain tentu kita tidak bisa juga menutup mata
bahwa ada juga guru PAI perempuan yang lebih aktif dan kreatif dalam pembinaan
keagamaan di sekolah. Bahkan ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI
tingkat SMK Kabupaten Bulukumba adalah seorang perempuan. Ini salah satu bukti
bahwa tidak selamanya guru PAI laki-laki lebih dicari atau dibutuhkan, tetapi
yang paling penting adalah kreativitas dari para guru PAI untuk menyikapi
program sekolah, menterjemahkan visi misi sekolah, dan membaca
kebijakan-kebijakan kepala sekolah menjadi sebuah aksi nyata yang akan
mengangkat citra sekolah dan menghasilkan out put yang baik.